Ahlan wa sahlan!

Ahlan wa sahlan!

Selamat datang di blog saya, semoga bermanfaat.. :)

Jumat, 14 Oktober 2011

CINTA DALAM SEBUAH PERSAHABATAN

Oleh : Chikmah Nurul Azizah



Seumur-umur baru kali ini Zahra mengalami perasaan yang tidak karuan karena terlambat tiba di sekolah. Gelisah, bingung, panik, juga blingsatan. Semalam suntuk dia menghabiskan waktu untuk mengerjakan tugas fisika dari Bu Yayas. Paginya bangun kesiangan, hingga akhirnya sampai sekolah dia terlambat. “Wah, bisa kena hukuman nih, waduh gimana ya...” batin Zahra panik.

Sebagai siswa teladan dan aktivis organisasi di sekolah, yang membuatnya disegani oleh teman-temannya, Zahra merasa malu sekali telah melanggar peraturan sekolah. Tapi apa mau dikata, ia sudah terlanjur terlambat. Zahra memang pemalu.

Sedang bingung-bingungnya memikirkan bagaimana menjawab pertanyaan satpam supaya dibukakan pintu gerbang, juga bagaimana membalas tatapan mata teman-teman dan guru-guru karena ia terlambat, tiba-tiba ada seorang anak laki-laki berseragam sekolah menghampiri Zahra. Zahra tidak kenal anak itu. Anak laki-laki itu datang dengan raut wajah malu, bingung, dan memberanikan diri untuk bertanya kepada Zahra.

“Assalamualaikum, ukhti kamu sekolah di Madrasah ini ya?” tanyanya.

“Waalaikumsalam, iya aku sekolah di sini. Maaf, buru-buru nih udah telat, duluan ya,” kata Zahra sambil bergegas.

“Iya, terima kasih.”

Sampai di depan pintu gerbang sekolah, Pak Ridwan satpam yang super galak memperingatkan Zahra untuk tidak boleh terlambat lagi. Alhamdulillah, hati Zahra lega sekali tidak mendapat hukuman Pak Ridwan. Zahra langsung cepat-cepat menuju ke kelasnya. Sampai di kelas, Bu Yayas, guru fisika sudah mulai mengajar.

“Assalamu’alaikum Bu,” kata Zahra.

“Wa’alaikumsalam….,” jawab Bu Yayas dan teman-teman satu kelas.

“Maaf Bu, saya terlambat…” kata Zahra lirih.

“Ya, tidak apa-apa. Tapi, karena kamu terlambat ibu beri hukuman. Kamu harus menghafal minimal tujuh rumus fisika kalau tidak bisa kamu harus berdiri di depan sampai pelajaran ibu selesai.”

Dengan cepat dan tepat Zahra menyampaikan tujuh rumus fisika lengkap dengan penjelasannya. Karena tadi malam Zahra mengerjakan tugas fisika itu, dia mampu menjawabnya dengan baik. Seluruh siswa memberikan tepuk tangan karena kepandaian Zahra. Bu Yayas pun mempersilakan Zahra duduk.

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu, ternyata Pak Nanda waka kesiswaan dengan membawa seseorang, kelihatannya siswa baru. Pak Nanda menyampaikan kepada siswa-siswa bahwa ada siswa baru, namanya Muhamad Fahmi Ramadani asal sekolah SMA Islam Yogyakarta. untuk lebih jelasnya boleh perkenalan sendiri, lalu Pak Nanda mempersilakan Fahmi untuk duduk di samping Reza. Melihat anak baru itu Zahra kaget, “Bukankah itu anak yang tadi, ternyata anak baru, pantesan asing banget.”

****

Suasana kelas menjadi sunyi saat kegiatan belajar mengajar usai. Uraian Pak Mukhtasor, yang pada jam terakhir tadi menjelaskan materi akhlak, masih terngiang di benaknya. Zahra perlahan meninggalkan ruang kelas. Zahra ingin benar menjadi wanita yang solikhah. Setiap selesai mengikuti pengajian ataupun habis pelajaran agama, ia selalu merenung, bagaimana ia bisa menjadi wanita solikhah? Ah, lebih baik aku menjadi hamba yang baik dulu sebelum menjadi wanita yang solikhah. Sebentar lagi kajian ustadz Yahya akan dimulai, Zahra pun beranjak menuju aula.

“Sebagai remaja Islami, selayaknya adik-adik menjaga suatu anugerah yang telah diberikan Allah pada adik-adik semua, yakni sebuah rasa. Suatu rasa yang pernah Bapak rasakan ketika masih remaja seperti adik-adik saat ini, yakni rasa cinta. Rasa yang bisa dikatakan sebagai rasa kagum, simpati, perhatian, dan sebagainya. Usahakan kita bisa mengendalikan sebuah rasa cinta itu agar tidak melanggar syariat Islam. Perlu diketahui bahwa memandang lawan jenis dengan jantung berdebar-debar itu saja sudah berdosa, apalagi lebih dari itu. Saya harapkan adik-adik yang hadir di majelis ini bisa menjaga perasaan cinta dengan dengan cara lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.”

Begitu cuplikan dari isi kajian bersama ustadz Yahya. Dalam hati Zahra berkata, bahwa dia harus menjaga perasaannya itu, seandainya esok ia jatuh cinta, ia menginginkan cinta yang bisa mendatangkan cintanya kepada Allah SWT.

****

Suasana belajar mengajar berlangsung seperti biasanya. Tanpa terasa Fahmi si siswa baru itu semakin akrab dengan Zahra. Mereka berdua sering berdiskusi tentang segala hal yang salah satu diantara mereka ada yang kurang tahu dan mereka saling pinjam-meminjam buku atau novel mereka masing-masing.

“Allah selalu memberikan memberikan segala sesuatu yang indah pada waktunya, setuju kan Ra?,” kata Hana, sahabat Zahra yang sudah ia anggap sebagai saudara sendiri. Selama ini Zahra selalu duduk bersama Hana, kemanapun mereka pergi selalu bersama.

“Tentu saja. Allah memang selalu memberikan apapun pada kita yang terbaik menurutnya. Jadi apapun yang terjadi pada kita, kita wajib mensyukurinya,” balas Zahra dengan memberikan senyum manisnya.

Mereka berdua selalu sepaham dan hampir tidak pernah berbeda pendapat. Ketika jam istirahat Hana selalu menyempatkan waktunya untuk menulis di dalam buku diarynya. Sebuah kata mutiara yang indah ia goreskan dalam diarynya.

“Ya Allah, jika memang telah engkau tetapkan dia bukan mujahidku, bawalah dia pergi jauh dari pandanganku, hapuskan dia dari ingatanku, serta periharalah aku dari kekecewaan ini.”

“Dear diary… Dia anak baru yang sudah mencuri perhatianku akhir-akhir ini. Ya Allah, hati hamba berkata bahwa dalam raut wajahnya terlihat bahwa dia seorang hamba-Mu yang baik. Tak tahu kenapa hamba memikirkannya dan inilah kali pertama hamba merasakannya. Mungkinkah ini cinta? Apa yang terjadi padaku, ya Allah? Engkaulah penilai hati ini.”

****

Istirahat pertama Zahra dan Hana melihat seorang laki-laki dalam masjid sedang melakukan sholat dhuha, dalam hati mareka berdua menyimpan kekaguman pada laki-laki itu. Walaupun mereka sudah tahu siapa laki-laki itu mereka berharap bahwa teman-teman mereka meniru amaliah itu. Ketika ada mata pelajaran kosong Zahra lebih memilih untuk membaca buku-buku pelajaran sedangkan Hana lebih memilih untuk menulis buku diarynya.

“Dear diary… Ya Allah, tadi waktu istirahati aku melihat ada seorang laki-laki yang sedang sujud di rumah-Mu, ia sedang sujud memasrahkan dirinya pada-Mu. Hati hamba bergetar melihat laki-laki itu, hamba kagum padanya, benarkah dia adalah anak baru itu?Aku mohon, jagalah hati ini untuk hanya sekedar mengaguminya karena kepatuhannya pada-Mu Ya Allah!”

Hubungan Zahra dan Fahmi semakin dekat, seperti sahabat. Bahkan tanpa canggung Fahmi mau bercerita tentang permasalahan yang sedang dihadapi dalam keluarganya. Ayah dan Ibu Fahmi yang sering berbeda pendapat, bahkan selalu bertengkar bila perbedaan pendapat itu muncul. Sejak itu Zahra memberikan perhatian yang lebih kepada Fahmi. Sejak itu pula Zahra tahu kenapa Fahmi pindah sekolah dan selalu taat beribadah, hanya karena mengharap Allah akan memberikan segala yang terbaik untuk keluarganya namun, karena kedekatan itu justru membuat hati Hana sedih.

“Dear diary... Ya Allah, harus bagaimanakah hamba melihat semua ini? Tak bolehkah hamba jatuh cinta? Begitu sakit hamba melihat semua ini. Seandainya memang rasa sakit ini justru bisa menjadi sarana untuk lebih mendekatkan diri ini pada-Mu, hamba ikhlas Ya Allah. Namun, jagalah hati ini dari kekecewaan ini.”

****

Suatu saat Zahra mengungkapkan kedekatannya dengan Fahmi kepada Hana. Dengan panjang lebar Zahra menceritakan segalanya yang terjadi pada Fahmi. Zahra menyampaikan pula bahwa dia merasa kasihan dan empati pada Fahmi. Hal itu mendatangkan sebuah rasa yang lain kepada Fahmi. Kedekatan itu mengajarkan Zahra untuk lebih dekat lagi kepada Sang Pencipta. Zahra membiarkan rasa itu tumbuh dan berkembang seiring dengan prinsip cintanya bahwa dia akan mencintai seseorang yang dapat menumbuhkan kecintaannya kepada Allah SWT. Hana hanya terdiam mendengarkan curahan hati sahabatnya. Hana hanya memberi sedikit kata-kata, “Sebaiknya kamu pasrahkan saja kepada Allah, Dia yang akan membuatnya indah pada waktu yang Dia tentukan. Berdoa saja ya!”

Setelah pembicaraan itu, justru Hana yang kemudian merasa resah. Seperti halnya Zahra, diary kesayangan menjadi teman curhatnya.

“Dear diary… Ya Allah sungguh aku terkejut saat mendengar cerita dari sahabatku Zaahra, ternyata ia juga menyukai orang yang sama denganku,apa yang harus ku lakukan? Ku serahkan semua yang terbaik pada-Mu. Jagalah hati ini dari kekecewaan ini, meskipun begitu aku bahagia karena ini aku menjadi lebih dekat dengan-Mu, terima kasih Allah!” Begitulah goresan tinta curahan hati Hana di buku diarynya.

Saat jam pelajaran usai, Hana pulang dulu dengan terburu-buru karena ibunya sedang sakit di rumah. Zahra mendapat tugas piket kelas, sehingga terpaksa tidak dapat pulang bersama Hana. Dengan beberapa teman, Zahra membersihkan ruangan kelas. Saat membersihkan kolong mejanya, terlihatlah sebuah buku yang bersampul indah tergeletak di sana. “Lho, inikan diarynya Hana, ternyata jatuh di bawah meja. Mungkin dia terburu-buru, aku bawa pulang saja ah.”

****

Malam telah mulai larut namun Zahra belum juga tertidur. Diary Hana terus mengusik pikiran dan perasaannya. Ingin betul ia membaca isi hati Hana, yang pasti tertuang pada diary itu. Namun, dalam hati Zahra terngiang bahwa diary itu bukan haknya, berdosa jika ia membacanya. Berulang kali ia mencoba menutup matanya, tetapi ia tidak bisa. Karena keingintahuannya Zahra mengambil diary Hana yang sudah ia letakkan di meja, keragu-raguannya membuat Zahra mengembalikannya lagi. Tak disengaja ketika Zahra meletakkan diary itu di atas meja diary itu terbuka, dan goresan pena yang Hana tuliskan dalam diary tersebut terbaca oleh Zahra. Hati Zahra tersentak membaca kata demi kata dalam diary itu. Dengan tetesan airmata Zahra melanjutkan membaca lembaran-lembaran diary Hana.

“Astaghfirullah,,,,,, Ternyata Hana telah menyembunyikan rasa ini dariku, seandainya aku tahu sejak dulu pasti akan ku coba tuk menjauh dari Fahmi. Ya Allah kenapa mesti begini? Bagaimana kusampaikan semua ini pada Hana” . Kata batin Zahra dengan menangis.

****

Kumandang adzan subuh membangunkan Zahra dari tidurnya, bergegas dengan mata yang merah Zahra langsung mengambil air wudhu.

“Ya Allah….. Apa arti dari semua ini? Hamba telah menyakiti hati sahabat hamba, tapi hamba juga tidak bisa membohongi hati hamba sendiri kalau sebenarnya hamba juga menyukainya. Berikan jalan terbaik bagi hamba atas masalah ini. Dan berikanlah kekuatan jika hamba memang harus mengikhlaskan Fahmi hanya kaarena Engkau. Kabulkanlah doa hamba untuk kebaikan kami ini Ya Allah. Amin “. Seuntai doa Zahra seusai sholat subuh.

****

Waktu menunjukkan pukul tujuh, kegiatan belajar mengajar dimulai. Pelajaran pada jam pertama sedang berlangsung. Zahra dan Hana disibukkan dengan tugas menghafal Hadits dari guru mata pelajaran Hadits, sehingga mereka berdua tak sempat bercerita seperti biasanya. Bel usai jam pelajaran berbunyi pertanda waktu istirahat tiba. Zahra dan Hana menyempatkan waktunya untuk sholat Dhuha di mushala, seusai berdoa mereka kembali ke kelas dan pada saat itu ketika Hana akan mengambil diarynya dalam tas, saat itu pula Zahra memberikan diary Hana sambil berkata “maaf, kemaren diary ini jatuh di bawah meja karena ku tahu kamu sudah pulang, jadi buku ini aku bawa pulang saja. Dan ketika aku mencoba menghubungi ponselmu ternyata tidak aktif”. Mengetahui diarynya ada di Zahra, Hana langsung merebutnya, Hana takut kalau Zahra tahu isi hatinya. Dengan gugup Hana menjawab “makasih, kemaren memang aku sengaja mematikan ponsel agar aku bisa konsen merawat ibu aku”. Dengan terbata-bata Zahra berkata “Maafkan aku, tadi malem aku tak sengaja membaca diarymu, sekali lagi maaf”. Bingung hati Hana menjawab ketika mendengar Zahra bicara seperti itu. “aku juga minta maaf padamu, aku telah merahasiakan semua ini padamu, sebenarnya waktu itu aku mau cerita, tapi setelah aku mendengar tutur katamu aku urungkan niat itu, dan aku putuskan untuk tidak menceritakan padamu. Bagiku kebahagiaan sahabatku lebih berarti dibandingkan dengan perasaanku. Begitupun rasa cintaku Zahra, aku juga mencintai seseorang karena Allah dan jika memang aku harus mengikhlaskannya itupun juga karena Allah.”

Jawab Zahra dengan meneteskan airmata “Terimakasih kau memang sahabat yang baik, yang telah Allah berikan padaku. Biarlah rasa ini kita simpan, dan biarlah ini menjadi rahasia Allah, kita jalani hidup kita sekarang, kita lupakan perasaan kita masing-masing, biarlah waktu yang akan menjawab semua ini. Karena Allah yang akan menjadikan sesuatu yang idah diwaktu yang indah pula.”

Dengan meneteskan airmata mereka berdua saling berpelukkan menguatkan hati mereka masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar