Ahlan wa sahlan!

Ahlan wa sahlan!

Selamat datang di blog saya, semoga bermanfaat.. :)

Jumat, 14 Oktober 2011

LAFADZ CINTA SEORANG HAMBA

Oleh : Chikmah Nurul Azizah

Ibu Rina menangis pilu saat mendengar dokter memvonis bahwa kanker Rina telah mencapai stadium akhir. Rina hanya bisa menjerit dalam hati dan meratapi takdir hidupnya.
“Kenapa aku harus seperti ini ya Allah, aku harus menahan rasa sakit diatas kepedihan Ibu dan keluargaku atas apa yang terjadi padaku, adilkah ini Ya Rabb?” bisik Rina dalam kepedihan hatinya.
Sudah berkali-kali Rina keluar – masuk rumah sakit untuk menjalankan pengobatan atas kanker yang dideritanya. Mungkin ini terlalu berat untuk diri Rina dan keluarganya. Di usia yang masih muda ini Rina harus menjalani hari-hari yang dipenuhi berbagai macam obat-obatan. Sudah tak ada harapan lagi untuknya hidup di dunia ini.
Dalam kesedihan Rina selalu menghibur diri dan mencoba melupakan sejenak tentang penyakit kanker hatinya. Salah satunya dengan ia selalu mengenang kebahagiaan bersama orang-orang yang ia sayang sebelum kanker menggerogoti hatinya. Ardi, dia adalah orang spesial yang selalu di hati Rina. Mereka berdua saling mencintai satu sama lain, tetapi adanya ganjalan syariat yang membuat meraka belum bisa menyatukan cinta mereka. Kata-kata Ardi yang selalu terngiang dalam hati Rina adalah “Bukannya aku tidak tulus untuk mencintaimu, hanya saja syariat belum memperbolehkannya. Saat ini yang bisa kuperbuat hanya berdoa semoga Allah menyatukan kita dalam cinta-Nya”. Kata-kata itu selalu mengingatkan Rina kepada Ardi.
Semenjak lulus SMA Rina sudah tidak pernah bertemu dengan Ardi. Ardi yang sedang melanjutkan studinya di luar kota tidak pernah menemui dan menanyakan kabar kepada Rina. Terakhir Ardi hanya memberikan kabar singkat lewat e-mail yang dikirimnya setelah satu bulan kelulusan. Tak sabar Rina meneteskan air mata diatas derita sakit kanker hatinya.

****
“Nak, minum obat dulu ya !” kata ibu.
“ Sudah tidak ada harapan lagi bu, untuk apa aku minum obat, yang tetap pada akhirnya aku akan …. “ Jawab Rina.
“ Jangan kamu bilang seperti itu, sakit dan sembuh itu kehendak Allah nak, Allah pasti menyukai hambanya yang tidak berputus asa.“ Kata Ibu menguatkan hati Rina.
“ Tapi bu …. .” Sanggah Rina
“ Sudahlah jangan kamu sesali apa yang telah terjadi, Allah bersama orang-orang yang sabar.” Jawab Ibu Rina.
Tak jarang teman-teman Rina semasa SMA menjenguk Rina untuk menghiburnya . Okta dan Zira adalah sahabat setia yang selalu menemani Rina dikala sakit. Sebenarnya belum lama Okta dan Zira tahu tentang sakit yang dialami Rina, karena keluarga Rina memilih diam dan merahasiakan penyakit Rina terhadap orang-orang luar termasuk didalamnya Ardi, sampai sekarangpun Ardi belum mengetahui tentang kabar Rina, bagaimana keadaannya, kesehatannya, termasuk kehidupannya sekarang. Sudah banyak usaha-usaha yang dilakukan keluarga Rina untuk menyembuhkan kanker hati yang diderita Rina, mulai dari terapi, rukyah, obat medis maupun obat herbal.
Kanker yang menggerogoti Rina sudah ada sejak empat tahun terakhir, tepatnya ketika awal Rina masuk perguruan tinggi swasta di kotanya. Waktu itu Rina hanya merasakan ada sesuatu yang sakit di hati. Saat ia memeriksakan ke dokter, sakit itu hanya sekedar sakit biasa. Tetapi saat beberapa bulan kemudian setelah Rina mengeluh sakit dan saat itu pula diperiksakan ke dokter lagi ternyata ada tumor ganas dalam hati Rina yang kemudian menjadi kanker, hingga kanker ganas yang belum ada obatnya kecuali ada di pendonor hati.

****
Berhari-hari Rina terbaring dikamar tidur, kamar tidurnya telah disulap bak kamar di rumah-rumah sakit, disitu ada infus, oksigen dan alat-alat medis yang dibutuhkannya, kata Rina dia ingin menghabiskan sisa-sisa hidupnya hanya di rumah.
Tak ada suatu kebahagiaanpun yang diharapkan Rina di detik-detik terakhir hidupnya. Dia hanya mampu menghabiskan waktunya untuk selalu beribadah dan mendekatkan diri kepada sang Khaliq. Disetiap nafasnya ia selalu berdzikir mengingat Allah, mekipun shalatnya hanya dengan kedipan mata tak menyurutkan hati Rina untuk pasrah kepada-Nya atas apa yang terjdi padanya. Dia hanya berharap bahwa suatu hari nanti kedua orang tuanya dan adik-adiknya selalu bahagiadalam hidupnya. Sebuah cita yang mulia disaat penyakit menggerogoti hatinya, ia masih memikirkan kebahagiaan adik dan kedua orang tuanya.

****
Empat tahun berlalu, tak terasa Ardi telah meraih impiannya. Dengan waktu hanya enam semester atau tiga tahun saja, Ardi telah mampu merampungkan kuliahnya dan setelah dua bulan wisuda dia langsung diterima bekerja di salah satu Bank Syariah bertaraf Internasional. Semua itu hasil dari kepandaian dan keinginan besar Ardi untuk cepat meraih cita-citanya. Dalam hati Ardi terbersit rindu yang begitu mendalam kepada Rina dan ia berkata bahwa setidaknya ia harus mengambil cuti beberapa hari untuk bertemu Rina. Adanya jarak yang menghambat pertemuan mereka tidak menjadi masalah bagi Ardi untuk bertemu Rina.

****

Ardi yang meraih mimpi diluar kota itu sekarang sudah kembali untuk beberapa hari dikota tercintanya. Dengan kebulatan hati Ardi yang ingin bertemu dengan Rina membuat ia langsung menuju rumah Rina, tak kuasa hati Ardi menahan rindu yang begitu mendalam pada Rina, membuat rona bahagia terpancar diwajahnya. Dalam hati Ardi terucap “ Rin, aku kembali untuk memenuhi janjiku empat tahun yang lalu, bahwa aku akan kembali dengan kesuksesan dan saat itu pula aku akan meminangmu menjadi kekasihku yang sudah tidak terhalang syariat lagi.”.

****
“ Tok…. tok….tok….., Assalamualaikum “ kata Ardi setelah sampai di depan pintu rumah Rina.
“ Wa’alaiukumsalam, sebentar.” Ibu Rina bergegas membukakan pintu untuk menyambut kedatangan Ardi di luar .
“ Ooo…. nak Ardi, subhanallah bagaimana kabarmu ? lama sekali tidak bertemu, mari masuk !” kata Ibu Rina.
“ Alhamdulillah baik bu, Iya bu empat tahun terakhir ini saya berada diluar kota dan baru kali ini saya pulang, Rina ada bu ?” tanya Ardi dengan nada bahagia.
Sungguh sulit memberitahukan Ardi tentang keadaan putrinya, ibu Rinapun hanya mampu menjawab “ Rina ada nak sekarang ada di kamar.”
Begitu mendengar jawaban dari ibu Rina, Ardi langsung bertanya .
“ Apakah saya boleh menemui Rina, bu ?”
“ Tentu boleh, mari .” jawab ibu Rina sambil mempersilahkan menuju kekamar Rina .
Lalu diantarkannya Ardi kekamar Rina, sebelum masuk ke kamar Rina sudah tercium bau obat-obatan oleh Ardi dan ketika Ardi membuka pintu kamar Rina tak disangka ia melihat Rina terbaring diatas tempat tidur yang didampingi oksigen dan infus. Air mata kesedihan bercampur kerinduan Ardi tidak terbendung lagi, Ardi kaget dengan apa yang dilihatnya dari Rina. Kaki Ardi sontak lemas membuatnya langsung duduk disamping tempat tidur Rina. Dalam hati Ardi terbersit “ Ada apa dengan Rina dan mengapa dia seperti ini ?”
“ Rina sudah empat tahun terakhir ini terkena penyakit kanker hati, tepatnya ketika awal dia masuk perkuliahan. Kanker ganas yang menggerogoti hatinya dengan cepat telah mencapai stadium akhir. Dan ketika berbagai pengobatan telah dijalani, inilah puncak penyakit Rina. Oleh Dokter, hati Rina telah divonis kanker yang telah mencapai stadium akhir, kita hanya bisa pasrah dengan keadaan ini. Sekarang Rina hanya terbaring tak berdaya menanti detik-detik terkahir dalam hidupnya.” Kata Ibu Rina dengan meneteskan air mata.
Ardi hanya bisa pasrah melihat semua itu, tak disangka Rina yang sebelumnya tertidur ia telah terbangun .
“ Nak disini ada nak Ardi yang ingin bertemu denganmu .” kata ibu Rina sambil mengusap air matanya.
“ Siapa, bu ? Mas Ardi ? Subhanallah !” tak disangka ketika Rina menoleh kesamping Ardi sudah ada disamping Rina.
“ Iya, aku disini Rin, aku datang untuk menemuimu, aku datang ingin memenuhi janjiku empat tahun yang lalu, maafkan aku jika selama ini tidak memberikan kabar kepadamu, yang ada di benakku hanya ingin fokus di studiku, agar aku bisa cepat sukses dan aku cepat kembali bersamamu .” kata Ardi dengan mengeluarkan air mata.
“ Hapuslah air matamu mas, aku tidak ingin kamu sedih atas apa yang menimpaku, tapi maaf aku tidak bisa memenuhi janji itu, waktuku hidup di dunia ini takkan lama lagi dan aku kan meninggalkanmu dan semua kenangan empat tahun yang lalu itu.” kata Rina .
“ Tapi Rin, aku sungguh mencintaimu, aku tak peduli apa yang akan terjadi padamu esok, aku hanya ingin menyatukan cinta kita yang dulu terhalang syariat itu, maafkan aku jika semua ini membuatmu menunggu lama !!” kata Ardi lirih.
“ Semua ini tidak mungkin untukku mas, maafkan aku .“ jawaban singkat Rina.
Hati Ardi menangis pilu, kebahagiaan yang telah ia nantikan kini telah sirna, apa yang ia harapkan telah pupus, Ardi hanya bisa berserah diri kepada Allah atas apa yang terjadi padanya.
“ Sudah waktunya sholat bu, saya permisi ke musholla dulu.” Kata Ardi.
“ Ia nak “ jawab ibu Rina dengan penuh kesedihan melihat kejadian ini.

****

“ Ya Allah apa yang terjadi ? Kenapa semua ini begitu berat bagiku.? Harapan yang aku bangun selama ini telah sirna, impian yang aku rajut hilang begitu saja, kuatkanlah hatiku dan hatinya Ya Robb, aku mohon jika memang kesembuhan menjadi yang terbaik untuk Rina, tolong sembuhkanlah, tetapi jika tidak kuatkanlah hatinya untuk menerima cobaan yang begitu berat dari-Mu, Amin ya robbal ‘alamain .” doa Ardi seusai sholat .
Setelah sholat Ardi kembali menuju ke kamar Rina, mereka berdua saling meluapkan kerinduan yang mereka simpan di hati mereka masing-masing.
“ Rin, sebenarnya aku datang kesini bermaksud meminangmu, apapun yang terjadi padamu aku terima semua kekuranganmu, aku jadikan sakitmu juga sakitku, bebanmu juga bebanku, kesedihanmu juga kesedihanku. Dengarkan permintaan hati ini, meskipun dalam keadaan sakit aku harap dengan bersamaku kamu akan bahagia, sekarang cita dan anaganku dulu telah aku raih, hanya untuk bisa bersamamu .” kata Ardi .
“ Maafkan hati ini yang sebenarnya begitu ingin memenuhi janji itu, tapi aku tidak bisa, aku pasti akan sangat bersedih, aku pasti akan sangat bersedih apabila orang yang aku cintai sakit karenaku, kita pasrahkan cinta kita kepada Sang Maha Cinta, Dia yang menjadi saksi cinta kita, maafkan aku yang tidak bisa selalu bersamamu.” Jawab Rina.
“ Tapi Rin …. .” kata Ardi
“Aku tahu kamu pasti percaya bahwa Allah selalu membeikan kebahagiaan bagi hambanya, mungkin saja kita tidak bisa bersama di dunia ini, tetapi aku selalu berdoa semoga Allah mempertemukan dan mempersatukan cinta kita di akhirat kelak. Janganlah bersedih mas, aku ingin melihat senyumanmu yang dulu, tersenyumlah ! dibalik kesedihan ada kebahagiaan yang hakiki.

****

Sepanjang perjalanan ke rumah tak henti-hentinya hati Ardi berdzikir dan berdoa’a agar Allah memberikan yang terbaik untuk mereka berdua walaupun belum bisa bahagia di dunia Ardi harap bisa bahagia di akhirat.
Bagaikan hilang semangat hidup Ardi, seakan lupa akan hal-hal yang pernah ia raih untuk kebahagiaannya dan sekarang tak sedikitpun ia pikirkan. Yang ada di benaknya saat ini hanya bagaiman ia dapat menemani Rina hingga akhir yang benar-benar memisahkan mereka. Setiap hari selalu berkunjung ke rumah Rina, mungkin dengan kehadiran Ardi bisa menambah senyum di wajah Rina.

****

Semakin hari keadaan Rina semakin lemah, ketika hari ketujuh kedatangan Ardi, Rina dibawa kerumah sakit untuk penanganan lebih serius oleh dokter. Alhasil setelah semalaman di rumah sakit rina menghembuskan nafas yang terakhir dimana saat itu orang-orang yang ia sayang sedang berkumpul. Mulai dari adik Rina, Ayah dan Ibu Rina, sahabat, keluarga dan tak terkecuali Ardi, Rina sekarang telah tenang meninggalkan mereka semua. Dengan wajah tersenyum Rina pergi untuk selamanya.
Tangisan haru tak henti-hentinya Ardi keluarkan, tetesan air mata bagaikan aliran sungai di wajahnya. Duka yang begitu mendalam terpancar dari hati Ardi. Rasa tak percaya bahwa Rina sudah tiada membuatnya lemah tak berdaya. Angan, cita, impian yang Ardi inginkan telah sirna tiada harapan lagi baginya.
Meskipun Allah tidak menyatukan mereka di dunia tetapi telah menyatukan cinta mereka dalam cinta-Nya. Maha Suci Allah Sang Maha Cinta.



CINTA DALAM SEBUAH PERSAHABATAN

Oleh : Chikmah Nurul Azizah



Seumur-umur baru kali ini Zahra mengalami perasaan yang tidak karuan karena terlambat tiba di sekolah. Gelisah, bingung, panik, juga blingsatan. Semalam suntuk dia menghabiskan waktu untuk mengerjakan tugas fisika dari Bu Yayas. Paginya bangun kesiangan, hingga akhirnya sampai sekolah dia terlambat. “Wah, bisa kena hukuman nih, waduh gimana ya...” batin Zahra panik.

Sebagai siswa teladan dan aktivis organisasi di sekolah, yang membuatnya disegani oleh teman-temannya, Zahra merasa malu sekali telah melanggar peraturan sekolah. Tapi apa mau dikata, ia sudah terlanjur terlambat. Zahra memang pemalu.

Sedang bingung-bingungnya memikirkan bagaimana menjawab pertanyaan satpam supaya dibukakan pintu gerbang, juga bagaimana membalas tatapan mata teman-teman dan guru-guru karena ia terlambat, tiba-tiba ada seorang anak laki-laki berseragam sekolah menghampiri Zahra. Zahra tidak kenal anak itu. Anak laki-laki itu datang dengan raut wajah malu, bingung, dan memberanikan diri untuk bertanya kepada Zahra.

“Assalamualaikum, ukhti kamu sekolah di Madrasah ini ya?” tanyanya.

“Waalaikumsalam, iya aku sekolah di sini. Maaf, buru-buru nih udah telat, duluan ya,” kata Zahra sambil bergegas.

“Iya, terima kasih.”

Sampai di depan pintu gerbang sekolah, Pak Ridwan satpam yang super galak memperingatkan Zahra untuk tidak boleh terlambat lagi. Alhamdulillah, hati Zahra lega sekali tidak mendapat hukuman Pak Ridwan. Zahra langsung cepat-cepat menuju ke kelasnya. Sampai di kelas, Bu Yayas, guru fisika sudah mulai mengajar.

“Assalamu’alaikum Bu,” kata Zahra.

“Wa’alaikumsalam….,” jawab Bu Yayas dan teman-teman satu kelas.

“Maaf Bu, saya terlambat…” kata Zahra lirih.

“Ya, tidak apa-apa. Tapi, karena kamu terlambat ibu beri hukuman. Kamu harus menghafal minimal tujuh rumus fisika kalau tidak bisa kamu harus berdiri di depan sampai pelajaran ibu selesai.”

Dengan cepat dan tepat Zahra menyampaikan tujuh rumus fisika lengkap dengan penjelasannya. Karena tadi malam Zahra mengerjakan tugas fisika itu, dia mampu menjawabnya dengan baik. Seluruh siswa memberikan tepuk tangan karena kepandaian Zahra. Bu Yayas pun mempersilakan Zahra duduk.

Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu, ternyata Pak Nanda waka kesiswaan dengan membawa seseorang, kelihatannya siswa baru. Pak Nanda menyampaikan kepada siswa-siswa bahwa ada siswa baru, namanya Muhamad Fahmi Ramadani asal sekolah SMA Islam Yogyakarta. untuk lebih jelasnya boleh perkenalan sendiri, lalu Pak Nanda mempersilakan Fahmi untuk duduk di samping Reza. Melihat anak baru itu Zahra kaget, “Bukankah itu anak yang tadi, ternyata anak baru, pantesan asing banget.”

****

Suasana kelas menjadi sunyi saat kegiatan belajar mengajar usai. Uraian Pak Mukhtasor, yang pada jam terakhir tadi menjelaskan materi akhlak, masih terngiang di benaknya. Zahra perlahan meninggalkan ruang kelas. Zahra ingin benar menjadi wanita yang solikhah. Setiap selesai mengikuti pengajian ataupun habis pelajaran agama, ia selalu merenung, bagaimana ia bisa menjadi wanita solikhah? Ah, lebih baik aku menjadi hamba yang baik dulu sebelum menjadi wanita yang solikhah. Sebentar lagi kajian ustadz Yahya akan dimulai, Zahra pun beranjak menuju aula.

“Sebagai remaja Islami, selayaknya adik-adik menjaga suatu anugerah yang telah diberikan Allah pada adik-adik semua, yakni sebuah rasa. Suatu rasa yang pernah Bapak rasakan ketika masih remaja seperti adik-adik saat ini, yakni rasa cinta. Rasa yang bisa dikatakan sebagai rasa kagum, simpati, perhatian, dan sebagainya. Usahakan kita bisa mengendalikan sebuah rasa cinta itu agar tidak melanggar syariat Islam. Perlu diketahui bahwa memandang lawan jenis dengan jantung berdebar-debar itu saja sudah berdosa, apalagi lebih dari itu. Saya harapkan adik-adik yang hadir di majelis ini bisa menjaga perasaan cinta dengan dengan cara lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.”

Begitu cuplikan dari isi kajian bersama ustadz Yahya. Dalam hati Zahra berkata, bahwa dia harus menjaga perasaannya itu, seandainya esok ia jatuh cinta, ia menginginkan cinta yang bisa mendatangkan cintanya kepada Allah SWT.

****

Suasana belajar mengajar berlangsung seperti biasanya. Tanpa terasa Fahmi si siswa baru itu semakin akrab dengan Zahra. Mereka berdua sering berdiskusi tentang segala hal yang salah satu diantara mereka ada yang kurang tahu dan mereka saling pinjam-meminjam buku atau novel mereka masing-masing.

“Allah selalu memberikan memberikan segala sesuatu yang indah pada waktunya, setuju kan Ra?,” kata Hana, sahabat Zahra yang sudah ia anggap sebagai saudara sendiri. Selama ini Zahra selalu duduk bersama Hana, kemanapun mereka pergi selalu bersama.

“Tentu saja. Allah memang selalu memberikan apapun pada kita yang terbaik menurutnya. Jadi apapun yang terjadi pada kita, kita wajib mensyukurinya,” balas Zahra dengan memberikan senyum manisnya.

Mereka berdua selalu sepaham dan hampir tidak pernah berbeda pendapat. Ketika jam istirahat Hana selalu menyempatkan waktunya untuk menulis di dalam buku diarynya. Sebuah kata mutiara yang indah ia goreskan dalam diarynya.

“Ya Allah, jika memang telah engkau tetapkan dia bukan mujahidku, bawalah dia pergi jauh dari pandanganku, hapuskan dia dari ingatanku, serta periharalah aku dari kekecewaan ini.”

“Dear diary… Dia anak baru yang sudah mencuri perhatianku akhir-akhir ini. Ya Allah, hati hamba berkata bahwa dalam raut wajahnya terlihat bahwa dia seorang hamba-Mu yang baik. Tak tahu kenapa hamba memikirkannya dan inilah kali pertama hamba merasakannya. Mungkinkah ini cinta? Apa yang terjadi padaku, ya Allah? Engkaulah penilai hati ini.”

****

Istirahat pertama Zahra dan Hana melihat seorang laki-laki dalam masjid sedang melakukan sholat dhuha, dalam hati mareka berdua menyimpan kekaguman pada laki-laki itu. Walaupun mereka sudah tahu siapa laki-laki itu mereka berharap bahwa teman-teman mereka meniru amaliah itu. Ketika ada mata pelajaran kosong Zahra lebih memilih untuk membaca buku-buku pelajaran sedangkan Hana lebih memilih untuk menulis buku diarynya.

“Dear diary… Ya Allah, tadi waktu istirahati aku melihat ada seorang laki-laki yang sedang sujud di rumah-Mu, ia sedang sujud memasrahkan dirinya pada-Mu. Hati hamba bergetar melihat laki-laki itu, hamba kagum padanya, benarkah dia adalah anak baru itu?Aku mohon, jagalah hati ini untuk hanya sekedar mengaguminya karena kepatuhannya pada-Mu Ya Allah!”

Hubungan Zahra dan Fahmi semakin dekat, seperti sahabat. Bahkan tanpa canggung Fahmi mau bercerita tentang permasalahan yang sedang dihadapi dalam keluarganya. Ayah dan Ibu Fahmi yang sering berbeda pendapat, bahkan selalu bertengkar bila perbedaan pendapat itu muncul. Sejak itu Zahra memberikan perhatian yang lebih kepada Fahmi. Sejak itu pula Zahra tahu kenapa Fahmi pindah sekolah dan selalu taat beribadah, hanya karena mengharap Allah akan memberikan segala yang terbaik untuk keluarganya namun, karena kedekatan itu justru membuat hati Hana sedih.

“Dear diary... Ya Allah, harus bagaimanakah hamba melihat semua ini? Tak bolehkah hamba jatuh cinta? Begitu sakit hamba melihat semua ini. Seandainya memang rasa sakit ini justru bisa menjadi sarana untuk lebih mendekatkan diri ini pada-Mu, hamba ikhlas Ya Allah. Namun, jagalah hati ini dari kekecewaan ini.”

****

Suatu saat Zahra mengungkapkan kedekatannya dengan Fahmi kepada Hana. Dengan panjang lebar Zahra menceritakan segalanya yang terjadi pada Fahmi. Zahra menyampaikan pula bahwa dia merasa kasihan dan empati pada Fahmi. Hal itu mendatangkan sebuah rasa yang lain kepada Fahmi. Kedekatan itu mengajarkan Zahra untuk lebih dekat lagi kepada Sang Pencipta. Zahra membiarkan rasa itu tumbuh dan berkembang seiring dengan prinsip cintanya bahwa dia akan mencintai seseorang yang dapat menumbuhkan kecintaannya kepada Allah SWT. Hana hanya terdiam mendengarkan curahan hati sahabatnya. Hana hanya memberi sedikit kata-kata, “Sebaiknya kamu pasrahkan saja kepada Allah, Dia yang akan membuatnya indah pada waktu yang Dia tentukan. Berdoa saja ya!”

Setelah pembicaraan itu, justru Hana yang kemudian merasa resah. Seperti halnya Zahra, diary kesayangan menjadi teman curhatnya.

“Dear diary… Ya Allah sungguh aku terkejut saat mendengar cerita dari sahabatku Zaahra, ternyata ia juga menyukai orang yang sama denganku,apa yang harus ku lakukan? Ku serahkan semua yang terbaik pada-Mu. Jagalah hati ini dari kekecewaan ini, meskipun begitu aku bahagia karena ini aku menjadi lebih dekat dengan-Mu, terima kasih Allah!” Begitulah goresan tinta curahan hati Hana di buku diarynya.

Saat jam pelajaran usai, Hana pulang dulu dengan terburu-buru karena ibunya sedang sakit di rumah. Zahra mendapat tugas piket kelas, sehingga terpaksa tidak dapat pulang bersama Hana. Dengan beberapa teman, Zahra membersihkan ruangan kelas. Saat membersihkan kolong mejanya, terlihatlah sebuah buku yang bersampul indah tergeletak di sana. “Lho, inikan diarynya Hana, ternyata jatuh di bawah meja. Mungkin dia terburu-buru, aku bawa pulang saja ah.”

****

Malam telah mulai larut namun Zahra belum juga tertidur. Diary Hana terus mengusik pikiran dan perasaannya. Ingin betul ia membaca isi hati Hana, yang pasti tertuang pada diary itu. Namun, dalam hati Zahra terngiang bahwa diary itu bukan haknya, berdosa jika ia membacanya. Berulang kali ia mencoba menutup matanya, tetapi ia tidak bisa. Karena keingintahuannya Zahra mengambil diary Hana yang sudah ia letakkan di meja, keragu-raguannya membuat Zahra mengembalikannya lagi. Tak disengaja ketika Zahra meletakkan diary itu di atas meja diary itu terbuka, dan goresan pena yang Hana tuliskan dalam diary tersebut terbaca oleh Zahra. Hati Zahra tersentak membaca kata demi kata dalam diary itu. Dengan tetesan airmata Zahra melanjutkan membaca lembaran-lembaran diary Hana.

“Astaghfirullah,,,,,, Ternyata Hana telah menyembunyikan rasa ini dariku, seandainya aku tahu sejak dulu pasti akan ku coba tuk menjauh dari Fahmi. Ya Allah kenapa mesti begini? Bagaimana kusampaikan semua ini pada Hana” . Kata batin Zahra dengan menangis.

****

Kumandang adzan subuh membangunkan Zahra dari tidurnya, bergegas dengan mata yang merah Zahra langsung mengambil air wudhu.

“Ya Allah….. Apa arti dari semua ini? Hamba telah menyakiti hati sahabat hamba, tapi hamba juga tidak bisa membohongi hati hamba sendiri kalau sebenarnya hamba juga menyukainya. Berikan jalan terbaik bagi hamba atas masalah ini. Dan berikanlah kekuatan jika hamba memang harus mengikhlaskan Fahmi hanya kaarena Engkau. Kabulkanlah doa hamba untuk kebaikan kami ini Ya Allah. Amin “. Seuntai doa Zahra seusai sholat subuh.

****

Waktu menunjukkan pukul tujuh, kegiatan belajar mengajar dimulai. Pelajaran pada jam pertama sedang berlangsung. Zahra dan Hana disibukkan dengan tugas menghafal Hadits dari guru mata pelajaran Hadits, sehingga mereka berdua tak sempat bercerita seperti biasanya. Bel usai jam pelajaran berbunyi pertanda waktu istirahat tiba. Zahra dan Hana menyempatkan waktunya untuk sholat Dhuha di mushala, seusai berdoa mereka kembali ke kelas dan pada saat itu ketika Hana akan mengambil diarynya dalam tas, saat itu pula Zahra memberikan diary Hana sambil berkata “maaf, kemaren diary ini jatuh di bawah meja karena ku tahu kamu sudah pulang, jadi buku ini aku bawa pulang saja. Dan ketika aku mencoba menghubungi ponselmu ternyata tidak aktif”. Mengetahui diarynya ada di Zahra, Hana langsung merebutnya, Hana takut kalau Zahra tahu isi hatinya. Dengan gugup Hana menjawab “makasih, kemaren memang aku sengaja mematikan ponsel agar aku bisa konsen merawat ibu aku”. Dengan terbata-bata Zahra berkata “Maafkan aku, tadi malem aku tak sengaja membaca diarymu, sekali lagi maaf”. Bingung hati Hana menjawab ketika mendengar Zahra bicara seperti itu. “aku juga minta maaf padamu, aku telah merahasiakan semua ini padamu, sebenarnya waktu itu aku mau cerita, tapi setelah aku mendengar tutur katamu aku urungkan niat itu, dan aku putuskan untuk tidak menceritakan padamu. Bagiku kebahagiaan sahabatku lebih berarti dibandingkan dengan perasaanku. Begitupun rasa cintaku Zahra, aku juga mencintai seseorang karena Allah dan jika memang aku harus mengikhlaskannya itupun juga karena Allah.”

Jawab Zahra dengan meneteskan airmata “Terimakasih kau memang sahabat yang baik, yang telah Allah berikan padaku. Biarlah rasa ini kita simpan, dan biarlah ini menjadi rahasia Allah, kita jalani hidup kita sekarang, kita lupakan perasaan kita masing-masing, biarlah waktu yang akan menjawab semua ini. Karena Allah yang akan menjadikan sesuatu yang idah diwaktu yang indah pula.”

Dengan meneteskan airmata mereka berdua saling berpelukkan menguatkan hati mereka masing-masing.